Kamis, 17 Mei 2012

Belajar dari Seorang Drag Queen

Foto bersama Drag Queen setelah pentas di Bosche


Dengan senyum tersungging, Iqbal menyapa saya di sebuah tempat makan di bilangan Jalan Kaliurang. Malam itu, saya membuat janji dengannya untuk kerperluan riset tugas Sinematografi. Ramah dan hangat. Itulah kesan pertama saya bertemu Iqbal. Ia pun bercerita tentang perjalanannya selama menjadi Drag Queen. Bila belum mengetahui, Drag Queen adalah sebutan untuk profesi para pemain kabaret yang menari dan me-lipsync lagu penyanyi terkenal. Mereka adalah pria, namun jika di panggung memakai pakaian wanita dan layaknya sedang akting menjadi orang lain.

Ketertarikan Iqbal menjadi Drag Queen berawal dari keresahan yang timbul ketika melihat para Drag Queen tampil. “Awalnya sih karena gemes ngeliat orang lipsync tapi nggak mirip sama penyanyi aslinya,” tuturnya. Lalu pada 2006 ia pun mengikuti kontes lipsync dan akhirnya menjadi seorang Drag Queen di Jakarta lalu pindah ke Yogyakarta pada 2009. Ketika tampil, Iqbal yang mempunyai nama panggung Baby jane, selalu menjadi sosok Christina Aguilera, penyanyi idolanya.

Lain lagi dengan Adit, Drag Queen yang saya temui seminggu setelah bertemu Iqbal. Walau sekilas terlihat tak ramah, ternyata Adit adalah orang yang menyenangkan untuk diajak bicara. Adit, yang memiliki nama panggung Gina Foxy, lebih terbuka dan banyak bercerita mengenai suka dukanya menjadi Drag Queen. “Awalnya menjadi Drag Queen sih karena aku pengen dikenal orang,” akunya. Adit pernah meraih juara 1 dalam Lipsync Contest, Rihanna Look Like di Bali Juni 2011. Sejak saat itu, ia berniat untuk terus menjadi Drag Queen dan tampil sebagai Rihanna yang ia idolakan.

Iqbal dan Adit kerap tampil di Cabaret Show Oyot Godhong dan G-Nite di Bosche. Sebelum jaya di Yogyakarta, mereka pernah menjadi Drag Queen di kota lain. Iqbal mengawali karir di sebuah bar di Jakarta. Sedangkan Adit pernah setahun menjadi Drag Queen di Bali.

Ditanya perihal suka dukanya menjadi Drag Queen, Iqbal menjawab, “Kalau di Jakarta dukanya kita harus benar-benar bersaing, kasarnya sikut-sikutan lah. Tapi kalau di Jogja nggak, semuanya menyenangkan.” Iqbal menambahkan senang dengan profesinya, karena dapat menyalurkan hobi. Ia pun sudah mengagumi Christina Aguilera sejak lama, sehingga sudah terbiasa lipsync lagu-lagu Christina Aguilera. Berbeda dengan Iqbal, Adit menjawab suka menjadi Drag Queen selain dapat menyalurkan hobi, juga karena bisa terkenal di kalangan LGBT. “Kalau dukanya suka diremehin orang-orang dengan pekerjaan ini, tapi ya aku cuek aja, lagian aku kan melakukan pekerjaan yang halal,” tandas Adit lantang.

Meski banyak yang memandang sebelah mata mengenai profesi mereka, Iqbal dan Adit tetap percaya diri. Dukungan keluarga juga membuat mereka terus bertahan menjadi Drag Queen. “Aku beruntung banget punya keluarga sebaik keluargaku. Mereka membebaskan aku menjadi Drag Queen asal tanggung jawab sama pilihanku,” terang Adit. Iqbal pun berpendapat tidak malu menjadi seorang Drag Queen. "Aku nggak mencuri, aku nggak jual diri. Jadi ya aku bangga aja kalau orang tanya kerjaan aku apa, aku jawab aku seorang Drag Queen.” ungkap Iqbal percaya diri.





*tulisan ketujuhbelas dalam #31HariMenulis tahun kedua 
**Tulisan ini saya tulis mengingat akhir-akhir ini isu mengenai LBGT marak diusik. Terlepas dari orientasi seksual Iqbal dan Adit, saya bersyukur dapat mengenal Iqbal dan Adit. Justru dari para LGBT, terutama Iqbal dan Adit, saya belajar memaknai hidup. Saya belajar untuk percaya diri atas apa yang saya lakukan. Mendengarkan omongan orang memang perlu, tapi jangan sampai omongan tersebut justru membuat kita jatuh dan terpuruk. Kalimat pamungkas dari Adit sebagai penutup tulisan saya malam ini, “Buat apa kita menunduk karena malu, selama yang kita lakukan adalah perbuatan yang benar dan halal.” 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar