Kamis, 23 Desember 2010

Selamat hari rabu, ibu!



aku tidak pernah meminta untuk hidup di dunia ini.
aku pun tidak pernah meminta untuk lahir dari rahim seorang wanita yang selama ini aku sebut 'ibu'.
banyak orang mendewakan sosok ibu karena ada sebuah ungkapan yang berbunyi 'surga di telapak kaki ibu'.
aku tidak mengerti mengapa ungkapan seperti dibuat.
dan aku lebih tidak mengerti apakah aku sudah terdoktrin kata-kata itu sehingga aku bisa menyayangi ibuku.
aku tahu ibuku bukan sosok yang sempurna bahkan bisa di bilang jauh dari kata sempurna.
lagi-lagi aku berpikir rasa apa yang aku berikan kepadanya?
rasa sayangkah?
rasa cintakah?
rasa hormatkah?
ataukah hanya sekedar rasa takut?

ibu.
mamah.
mami.
bunda.
emak.
mimi.
atau apalah orang menyebutnya.
mengapa harus ada wanita seperti itu di dunia ini?
mengapa ia seolah menjadi patokan bahwa restunya adalah restu Tuhan juga?
mengapa posisinya lebih tinggi dari ayah?
mengapa banyak orang membutuhkannya?
dan mengapa aku menyayanginya?

sayang?
sejujurnya aku masih sangsi dengan perasaan ini.
tapi mungkin inilah kata yang tepat untuk menggambarkan perasaanku terhadap ibu.
setidaknya hingga detik ini.
aku tahu aku sering terluka karna perbuatan dan perkataan ibuku.
tapi lagi-lagi aku tidak mengerti mengapa tidak ada rasa dendam terhadapnya?
mengapa aku menganggap semua baik-baik saja?


"selamat hari ibu.
aku sayang padamu ibu, terlepas dari buruknya perbuatanmu dan menyakitkannya perkataanmu."


maafkan aku kalau akhirnya aku menggunakan kata 'sayang' untuk ibuku.
mungkin ini hanya sementara.
lain waktu jika aku menemukan kata yang tepat selain kata 'sayang', aku akan menggantinya.



Tulisan diatas adalah sebuah note yang saya tulis setahun yang lalu, dan nyatanya sampai satu tahun berikutnya saya masih tidak mengerti rasa apa yang sebenarnya saya berikan kepada ibu saya. Rasa sayang? Mungkin iya, mungkin juga tidak. Ditahun ini, entah mengapa hari ibu tidak begitu spesial bagi saya. Jadi saya hanya ingin mengucap,
Selamat hari rabu, ibu!

Minggu, 12 Desember 2010

eSBePe

Audisi, latihan tiap hari, perform di akhir minggu, dikomentarin para komentator, dan eliminasi. Rutinitas seperti itu sering saya lihat di berbagai ajang pencarian bakat yang marak dihadirkan stasiun televisi. Siapa sangka kalo itu juga terjadi pada saya. Rentetan peristiwa tersebut bermula dari bulan Oktober ketika saya mendaftar Swaragama Broadcasting Program (SBP) 2010. Setelah melewati tes administratif, psikotest, dan wawancara, akhirnya saya dan 22 trainee lainnya pun masuk ke tahap training, lalu berkurang menjadi 18 trainee karena 5 trainee mengundurkan diri.

Dua minggu pun berlalu sejak saya menjalani intensive training. Training setiap senin-kamis, rekaman opening, lalu evaluasi tentang rekaman dan kegiatan selama seminggu oleh komentator di hari jumat. Sedikit kaget ketika saya mendengar selentingan kabar bahwa di evaluasi kedua akan ada eliminasi. Tapi ternyata memang benar, bukan kabar burung saja. Fira Sasmita, trainee yang sudah saya kenal ketika saya di Prambors pun harus tereliminasi. Oke saya sedih. Saya bisa terima kalo sistem mengharuskan dia ga bertahan. Saya sedih lebih ke hubungan saya ke Fira setelah ga training bareng lagi, seperti yang juga dikatakan Asad kemarin. Walaupun memang ga terlalu dekat, tapi satu bulan jadi produsernya dulu dan 2 minggu training udah bikin saya belajar banyak dari dia. Mungkin dia akan lebih sukses kalo bukan jadi penyiar, dan mungkin benar juga yang dibilang Mas Gundhi dulu, “Ah Fira mah ga usah jadi penyiar, dia kan udah jadi MC sama penyanyi kondang. ” Pokoknya satu kalimat buat Fira, “Saksesss ya cyiiiiiiiin!” ;)

Sekarang buat para SBPers yang tersisa, udah bukan waktunya buat sedih lagi. Kompetisi sesungguhnya baru dimulai teman. Bukan ga mungkin kan kalo minggu depan, saya, kamu, atau kita semua akan tereliminasi. Dari dua evaluasi kemarin belum ada opening dari kita yang dibilang bagus sama komentator. Semoga di evaluasi ketiga dan evaluasi selanjutnya kita bisa ‘bagus sekali ‘ bukan cuma ‘cukup bagus’, because good enough is not good, rite?






p.s. Ayok kita foto ber-18 (atau ber-23 kalo bisa) biar ada kenangan kita pernah jadi satu kesatuan :D


foto pas saya jadi produser Putuss sama Fira ;)

Selasa, 07 Desember 2010

S E L O

Seringkali saya mengatakan kalo saya ini sibuk. Ga ada waktu selo (santai; tidak ada yang dilakukan, - Red) sama sekali. Tapi seringkali saya ini salah. Seakan-akan saya men-judge diri saya bahwa saya harus selalu sibuk, padahal kalo diperhatikan waktu selo saya ya cukup banyak.
Contoh keseleoan saya adalah hari sabtu malam kemarin (bagi para STMJ adanya sabtu malam bukan malam minggu, hehe). Saya dan teman saya yang katanya lagi selo juga memutuskan untuk keluar. Saking selonya bahkan kami ga tau mau pergi kemana. Dua jam diatas motor cuma muter-muterin jogja yang isinya orang pacaran dimana-mana. Mau berhenti juga mikir-mikir, di tugu ga enak tengah jalan, di malioboro ga ada yang mau dibeli, di alkid apalagi ramenya ampun-ampunan. Dan motor pun melaju sampe di sebuah jalan yang ternyata itu adalah fly over.  Saya baru tau loh kalo ternyata jogja punya fly over lagi selain di lempuyangan dan janti, hehe. Perjalanan kami pun berakhir dengan curhat masalah percintaan di sebuah tempat semacam coffeshop di sagan.
Seringkali saya merasa kalo saya ini butuh refreshing. Tadinya di pikiran saya, refreshing itu artinya liburan ke suatu tempat selama beberapa saat. Tapi seringkali saya salah lagi. Karena sekarang, bagi saya waktu selo itu adalah sebuah bentuk refreshing. Apalagi kalo waktu selo itu diisi dengan keseloan bareng teman yang sama-sama lagi selo juga.
Seperti yang diucapkan Ajahn Brahm, jika memang tidak ada yang harus dikerjakan ya jangan lakukan apapun.
Hidup selo!