source |
“Mbak Nila inget sama Doni?” tanya ibuku tiba-tiba saat kami sedang
menyiapkan makanan berbuka puasa di dapur.
“Doni anak RT 8 yang temen SD aku dulu, Bu?” balasku.
“Iya, Doni yang adeknya juga temen TK adekmu itu lho.” jawab Ibu.
“Kenapa, Bu?” tanyaku semangat dan tak sabar.
“Minggu lalu Ibunya meninggal, katanya sih Serangan Jantung. Tiba-tiba gitu
meninggalnya. Kemaren Ibu nggak sengaja ketemu Bu Ahmad pas beli es kelapa buat
buka, terus dia curhat masalah suaminya yang lagi sakit Diabetes eh terus jadi
merembet ke cerita Ibunya Doni meninggal. Kasian deh padahal kan umur Ibunya
Doni paling juga baru seumur Ibu, nggak tua-tua banget,” ujar Ibuku yang selalu
semangat kalau bercerita tentang apapun.
Doni Saputra. Aku bahkan sudah nyaris melupakan nama itu dari pikiranku. Tapi
omongan Ibu barusan membangkitkan kenanganku tentang Doni, teman SD-ku yang
juga tetangga satu komplekku sebelum aku pindah ke komplek yang sekarang. Doni
adalah idola di SD-ku dulu, selain karena wajahnya yang tampan, dia juga lucu
dan punya banyak teman dari berbagai kalangan. Ditambah lagi, Doni adalah kiper
sepak bola andalan di SD dan di komplek.
Doni Saputra. Anak laki-laki yang suka padaku sejak kelas 5 SD, setidaknya
itu yang teman-teman bilang padaku. Anak laki-laki yang beberapa kali menuliskan
surat untukku dan aku baca sambil tersenyum malu bersama teman-teman satu geng
dulu. Anak laki-laki yang kalau pulang sekolah selalu berjalan di belakangku sambil
mengikutiku, hingga memastikan aku membuka pagar rumah lalu ia pergi dan
berbalik arah menuju rumahnya. Anak laki-laki yang selalu ingin aku ajak
bercerita apa saja namun jika di dia mengajakku bicara aku hanya bisa diam,
tersenyum, dan kemudian berlalu.
Doni Saputra. Dia yang membuatku sedih karena selepas SD, kita tidak pernah
lagi berada di sekolah yang sama. Dia yang membuatku senang ketika akhirnya
saat SMA, aku bertemu dia lagi saat SMA-ku mengadakan kejuaraan sepak bola dan
SMA-nya menjadi salah satu peserta. Dia yang membuatku kecewa karena sejak
acara itu kami akhirnya bisa mengobrol selama beberapa saat dan menjadi dekat
namun kemudian dia menjauh karena tahu saat itu aku sudah memiliki pacar.
Doni Saputra. Bulan Ramadhan. Dua hal itu adalah kombinasi sempurna untuk
membangkitkan kenangan, karena selepas SD harapanku bertemu dengan Doni adalah
saat Ramadhan, lebih tepatnya saat Sholat Tarawih. Bahkan tak jarang, alasanku
untuk Sholat Tarawih di masjid komplek bukan hanya untuk beribadah, tapi juga
untuk melihat Doni sholat di masjid yang sama. Pun ketika Sholat Ied, doaku
selama beberapa tahun adalah semoga di lebaran tahun ini aku bisa bertemu Doni dan
melihat senyumnya. Tentu saja itu aku lakukan lima tahun lalu, sebelum aku
pindah ke komplek ini dan kehilangan kabar tentang Doni.
“Mbak Nila? Kok diem aja? Dengerin Ibu cerita nggak sih?” Ibu menepuk
pundakku dan membuat lamunanku tentang Doni buyar.
“Hah? Denger kok, Bu. Coba deh nanti Nila whatsapp Andi. Dia kan dari dulu deket sama Doni, mungkin dia tau.”
jawabku segera.
“Yaudah itu kolaknya diaduk dulu. Jangan lupa tehnya dibikin, udah hampir
buka nih.”
“Iyaaaa, Buuuu.”
---
Malamnya aku bertanya pada Andi tentang kabar Doni. Dia sama sekali tidak
tahu tentang Ibunya Doni yang sudah meninggal. Sama denganku, Andi sudah lost contact dengan Doni sejak lulus
SMA, kami kehilangan nomer ponselnya, kami tak tahu dia kuliah atau kerja
dimana, kami juga tidak ada yang tahu akun media sosialnya.
Kalau sudah begini tinggal penyesalan yang datang. Aku menyesal kenapa dulu
tidak kuterima saja cinta monyetnya saat SD. Aku menyesal kenapa dulu tidak
kujawab saja sapaannya ketika kami berpapasan. Aku menyesal kenapa saat SMA
tidak kuputuskan saja pacarku lalu menjadi lebih dekat dengan dia. Kalau begitu
‘kan mungkin saat ini aku tidak kehilangan kabar tentang Doni.
Tapi aku juga tidak begitu yakin, ketika aku akhirnya bertemu lagi dengan
Doni, apakah perasaan itu masih ada? Atau aku sangat ingin bertemu Doni hanya
karena penasaran untuk bisa dekat dengannya? Ah mungkin memang benar apa yang
orang-orang bilang, cinta yang tak tersampaikan memang selalu membuat
penasaran...
#NulisJuga #4