Sabtu (14/7), Alumni Van Deventer
– Maas Stichting (VDMS) Regional Representative Central Java – Yogyakarta dan
Teater Maraton mengadakan Drama Musikal ‘Mentari Pagi’. Pementasan ini kerja
sama dengan warga Dusun Petung, Hunian Tetap Pagerjurang, Cangkringan, Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Anak-anak Dusun Petung pun ikut andil menjadi
pemeran dalam pementasan yang berdurasi satu jam di Gedung Societet, Taman
Budaya Yogyakarta (TBY).
Meski open gate telah diumumkan pukul 19.00 WIB, namun sejak pukul 18.00
WIB para pononton baik yang sudah memiliki tiket atau belum sudah memenuhi
Gedung Societet. Antusiasme tampak karena hingga pukul 20.00 WIB saat
pementasan sudah berlangsung, masih terdapat penonton yang ingin masuk ke dalam
gedung. “Tiket kami sold out, bahkan
ada yang mau menonton meski sudah tak tersedia bangku dan mereka duduk
lesehan,” tutur Pungky Andriani, koordinator Publikasi dan Dokumentasi Mentari
pagi. Panitia Mentari Pagi mematok harga tiket masuk sebesar Rp 10.000,00.
Keuntungan dari penjualan tiket tersebut akan disumbangkan kepada Dusun Petung.
Drama Musikal ‘Mentari Pagi’ bercerita
tentang kisah nyata kehidupan warga Dusun Petung, Desa Kepuharjo, Kec.
Cangkringan, Kab. Sleman, DIY sebelum,
ketika dan sesudah erupsi Merapi.
Sebelum erupsi Merapi , Dusun Petung merupakan salah satu Desa Wisata yang ada
di DIY. Dusun Petung menyuguhkan wisata kesenian seperti tari tradisional dan
gamelan. Namun setelah erupsi, geliat
kesenian warga Dusun Petung menyurut seiring berpindahnya warga ke Hunian Tetap
(Huntap) Pagerjurang. Di rumah yang baru ini, mereka kurang memiliki wadah
untuk menyalurkan bakat seninya. “Dengan adanya Drama Musikal ‘Mentari Pagi’,
kami berharap dapat menumbuhkan kembali semangat warga Dusun Petung dalam
berkesenian,” pungkas Jessica Permatasari, Sutradara dan Penulis Naskah Mentari
Pagi.
Sepanjang pementasan, banyak penonton yang
tertawa karena tingkah polah pemain terutama anak-anak Dusun Petung yang
spontan melucu. Drama Musikal ‘Mentari Pagi’ usai pukul 21.00 WIB, diakhiri
dengan pemberian bunga kepada tiap pemain dan penyerahan simbolisasi keuntungan
tiket kepada perwakilan warga Dusun Petung. Kesan positif pun terhampar di
media sosial melalui akun @teatermaraton. Meski banyak yang menyayangkan volume suara yang kurang besar, namun
banyak pula penonton yang mengaku puas. “Pementasannya oke dan lagunya
bagus-bagus, sayang dialognya sering nggak
terdengar. Tapi overall
penampilan anak-anak Dusun Petung kocak, menarik dan menghibur,” ungkap Stefan
Toghas yang menonton bersama ketiga temannya.
Antrian Penonton |
Menunggu Pementasan Dimulai |
Aksi Pemain di Atas Panggung |
Tulisan: Annisa Ika Tiwi
Foto: Ichwan Fachrudin